Aksi Nyata 1.1. Kenali Gaya Belajar Anak, Demi Pembelajaran yang Berpihak Pada Murid

 

Kenali Gaya Belajar Anak, Demi Pembelajaran yang Berpihak Pada Murid

 

Ni Wayan Eka Pratiwi

SMA Negeri 1 Bebandem

Email: echatika29@gmail.com

 

ABSTRAK

Ki Hajar Dewantara menyatakan pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Untuk dapat menuntun anak-anak guru harus mengenal karakteristik anak didiknya. Dengan mengenali karakter murid, akan memudahkan guru dalam merancang langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Termasuk diantaranya adalah mengenali bagaimana cara murid menerima dan memproses informasi atau pelajaran sehingga menjadi sebuah pengetahuan, yang dikenal dengan gaya belajar. Selain mengakomodasi gaya belajar pembelajaran akan bermakna jika dikaitkan dengan kearifan lokal termasuk nilai-nilai budaya dimana murid tersebut tumbuh dan berkembang, salah satunya adalah Tri Hita Karana. Untuk itu dilakukan aksi nyata berupa tes gaya belajar murid dan pembelajaran sesuai gaya belajar murid yang mengintegrasikan konsep nilai-nilai budaya lokal Bali Tri Hita Karana. Hasilnya jumlah pembelajar visual, auditori dan kinestetik seimbang dan tidak benar-benar terdapat siswa yang memiliki gaya belajar mutlak maka pembelajaran di kelas harus dirancang dengan mengakomodasi ketiga gaya belajar tersebut. Pembelajaran harus menampilkan sesuatu yang dapat dilihat siswa, didengar siswa dan dilakukan siswa secara mandiri. Untuk itu dipilih pembelajaran dengan model Project Based Learning pada materi laju reaksi dengan proyek membuat paparan video presentasi hasil pendalaman materi dan percobaan siswa secara berkelompok dengan menerapkan konsep Tri Hita Karana. Di akhir pembelajaran siswa memberi respon positif pembelajaran ini.

 

Kata kunci : gaya belajar, berhamba, pembelajaran

 


Latar Belakang

Ki Hajar Dewantara merupakan Bapak Pendidikan Nasional yang meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Dalam perjuangannya terhadap pendidikan bangsa, Ki Hajar Dewantara mempunyai tiga semboyan yaitu tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik) (Suratman, 1985).

Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Untuk dapat menuntun anak-anak guru harus mengenal karakteristik anak didiknya. Dengan mengenali karakter murid, akan memudahkan guru dalam merancang langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Deporter & Hernacki (2001) menyatakan bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Artinya, seorang guru penting memasuki dunia atau kehidupan anak (peserta didik), sehingga dengan pengetahuan tersebut, dapat menuntun dan memudahkan perjalanan murid dalam meraih hasil belajar yang optimal. Termasuk diantaranya adalah mengenali bagaimana cara murid menerima dan memproses informasi atau pelajaran sehingga menjadi sebuah pengetahuan, yang dikenal dengan gaya belajar.

Gaya belajar dapat dikatagorikan menjadi 3 yaitu gaya belajar visual, auditori dan kinestetik. Perbedaan gaya belajar itu menunjukkan cara tercepat dan terbaik bagi setiap individu untuk bisa menyerap sebuah informasi dari luar dirinya (Deporter & Hernacki, 2001).

Gaya belajar yang sesuai adalah kunci keberhasilan murid dalam belajar. Dengan menyadari hal ini, murid mampu menyerap dan mengolah informasi dan menjadikan belajar lebih mudah dengan gaya belajar murid sendiri. Penggunaan gaya belajar yang dibatasi hanya dalam satu bentuk, terutama yang bersifat verbal atau dengan jalur auditorial, tentunya dapat menyebabkan adanya ketimpangan dalam menyerap informasi. Oleh karena itu, dalam kegiatan belajar, murid perlu dibantu dan diarahkan untuk mengenali gaya belajar.

Selain mengakomodasi gaya belajar pembelajaran akan bermakna jika dikaitkan dengan kearifan lokal termasuk nilai-nilai budaya dimana murid tersebut tumbuh dan berkembang. SMAN 1 Bebandem terletak di kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Salah satu nilai budaya local Bali yang dapat diintegrasikan ke dalam pembelajaran adalah konsep Tri Hita Karana.

Konsep Tri Hita Karana terdiri dari (1) hubungan manusis terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Parahyangan), (2) hubungan manusia terhadap manusia (Pawongan), dan (3) hubungan manusia. Konsep ajaran Tri Hita Karana memperkenalkan nilai-nilai realitas hidup bersama dalam hal penanaman nilai-nilai religius, pembudayaan nilai sosial, penghargaan gender, penanaman nilai keadilan, pengembangan sikap domokratis, penanaman sikap kejujuran, peningkatan sikap dan daya juang, pengembangan sikap tanggung jawab, dan penghargaan terhadap lingkungan alam (Jaya, 2019).

Di SMA Negeri 1 Bebandem, tempat penulis mengajar belum pernah dilakukan upaya untuk mengenali gaya belajar murid. Guru melakukan pembelajaran belum berdasarkan apa yang dibutuhkan murid mereka. Untuk itu dalam aksi nyata ini, dilakukan kegiatan untuk mengenali gaya belajar murid kelas XI MIPA di SMAN 1 Bebandem. Setelah data gaya belajar murid dikenali dilakukan perubahan pembelajaran kimia yang dapat mengakomodasi gaya belajar murid tersebut dengan mengintegrasikan konsep Tri Hita Karana.

 

Deskripsi Aksi Nyata yang Dilakukan

Sesuai latar belakang di atas, aksi nyata yang dilakukan ada 2 yaitu tes gaya belajar murid dan pembelajaran sesuai gaya belajar murid yang mengintegrasikan konsep nilai-nilai budaya lokal Bali Tri Hita Karana. Tes gaya belajar murid dilakukan dengan instrumen tes menurut Deporter yang terdiri dari 11 pertanyaan. Kuesioner dibuat pada google form.




Gambar 1 Kuesioner Gaya Belajar dengan Google Form

Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan menyebar kuesionar secara online kepada murid. Kuesioner dikirimkan kepada murid melalui WhatsApp kelas untuk ditanggapi murid. Hasil kuesioner selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis dijadikan dasar untuk menentukan pembelajaran yang akan dilakukan dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya lokal Bali yaitu konsep Tri Hita Karana.

 

Hasil Aksi Nyata

Gaya belajar murid dianalisis secara deskriptif dengan hasil sebagai berikut.

 

Gambar 2 Hasil Analisis Gaya Belajar Murid Kelas XI MIPA SMAN 1 Bebandem

 

berdasaran hasil tes gaya belajar murid tersebut, jumlah pembelajar visual, auditori dan kinestetik seimbang dan tidak benar-benar terdapat siswa yang memiliki gaya belajar mutlak maka pembelajaran di kelas harus dirancang dengan mengakomodasi ketiga gaya belajar tersebut. Pembelajaran harus menampilkan sesuatu yang dapat dilihat siswa, didengar siswa dan dilakukan siswa secara mandiri. Untuk itu dipilih pembelajaran dengan model Project Based Learning pada materi laju reaksi dengan proyek membuat paparan video presentasi hasil pendalaman materi dan percobaan siswa secara berkelompok dengan menerapkan konsep Tri Hita Karana.

Guru sebelum pembelajaran berbasis proyek dimulai menyediakan bahan ajar berbasis video dan cetak di google classroom siswa yang dapat mengakomodasi siswa dengan gaya belajar auditori, visual dan kinestetik.

 


Gambar 3. Bahan Ajar yang Mengakomodasi Gaya Belajar Murid

Setelah mempelajari materi sesuai dengan gaya belajar mereka. Murid melaksanakan proyek pemaparan hasil belajar mereka berupa video. Hasilnya murid dengan gaya belajar kinestetik akan melakukan percobaan untuk memaparkan hasil belajar meraka.  Murid dengan gaya belajar auditori cenderung akan memaparkan hasil belajar mereka berupa suara tanpa tulisan atau aksi nyata. Murid dengan gaya belajar visual akan memaparkan hasil belajar meraka dengan video yang dilengkapi tulisan. 

Gambar 4. Murid dengan Gaya Belajar Kinestetik


Gambar 5. Murid dengan Gaya Belajar Auditori

Gambar 6. Murid dengan Gaya Belajar Visual

Implimentasi konsep Tri Hita Karana tercermin dari sikap dan perilaku siswa selama kegiatan pembelajaran. Konsep parahyangan (hubungan manusia dan tuhan) tercermin dengan mengucapkan salam keagamaan dan berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran. Konsep pawongan (hubungan manusia dan alam) tercermin dari kemampuan menjalin hubungan social (kerja kelompok), menghargai teman, mendengarkan video teman, sikap kejujuran, sikap dan daya juang dalam mambuat video, dan sikap tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas.  Konsep palemahan terlihat dari penghargaan terhadap lingkungan alam dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak menggunakan bahan-bahan kimia yang merusak lingkungan dan tidak merusak alam.

Terakhir dilakukan kegiatan video conference melalui aplikasi zoom untuk melihat kepuasan murid dalam pembelajaran dengan model ini.  Hampir semua siswa menyambut positif pembelajaran ini dan meraka lebih memahami pembelajaran dengan model ini. 


Gambar 7. Vicon Respon Murid terhadap Pembelajaran

SIMPULAN

Guru penting mengenali gaya belajar murid di kelas mereka. Dengan mengenali gaya belajar murid guru dapat merancang pembelajaran yang berpihak kepada murid. Selain itu, penting dilakukan pengintegrasian nilai-nilai budaya lokal dalam pembelajaran untuk melestarikan nilai-nilai adiluhung bangsa.

 

DAFTAR PUSTAKA

DePorter, B. & Hernacki, M. (2001). Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Penerbit Kaifa

Jaya, K. A. (2019). Membangun mutu pendidikan karakter siswa elalui implementasi ajaran tri hita karana. Jurnal Penjaminan Mutu, 5(1), 57-67. Diakses 28 November 2020 dari http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/JPM/article/view/759.

Suratman, D. (1985). Ki Hadjar Dewantara. Jakarta: Majelis Pendidikan dan Kebudayaan

 

 

 


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aksi Nyata Modul 1.2 Refleksi Pembelajaran Wujud Nilai Diri Guru Penggerak